HELONG
adalah kelompok etnik yang berdiam di kecamatan Kupang Barat dan Kupang Tengah,
Kabupaten Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Tempat tinggal mereka di
kecamatan Kupang Barat meliputi desa Bolok, Bina El, Alak, Bo En Ana,
Oematanuu, Oenesu, sebagian Tobilolong, dan Klanbo, sedangkan di kecamatan
Kupang Tengah meliputi desa Kolohus, Buipu, Oehani, Oeletsala, dan Kuanboke.
Jumlah anggota suku bangsa Helong di Kupang Barat, berdasarkan catatan penduduk
tahun 1984, sekitar 29.500 orang. Ada pula orang Helong yang bermukim di Pulau
Samau di daerah ujung pantai barat kota Kupang. Di pulau ini orang Helong
berjumlah sekitar 10.000 sampai 12.000 orang.
Bahasa
Bahasa
Helong termasuk dalam kelompok bahasa Timor dan rum pun Bahasa Ambon-Timor.
Bahasa Helong ini terbagi atas dua dialek, yaitu dialek Helong Welaun yang
dipakai oleh orang Helong di pulau Samau, dan dialek Helong Tetun yang dipakai
oleh orang Helong di Kecamatan Kupang Barat. nama "helong" berasal dari kata helo yang artinya "perahu"
. Selain itu, helong juga berarti samau, dari kata sa atau satu dan mau
atau mau, yakni satu pendapat hasil permufakatan. Menurut legenda masyarakat
setempat, mereka berasal dari Belu, dan nenek moyang mereka adalah orang Belu
yang datang bersama Amarasi.
Mata Pencaharian
Orang
Helong hidup dari bermacam-macam pekerjaan. Sebagian besar penduduk di daerah
tersebut menjadi nelayan di tepi pantai, teluk, dan selat, dengan menggunakan
kail, panah, bubu, dan tuba. Hasil tangkapan berupa ikan kembung, layur,
tongkol, cumi-cumi, dan teri dijual dalam bentuk ikan segar atau kering. Mata pencaharian
lainnya adalah bertani di ladang dengan tanaman jagung, padi ladang, ubi kayu,
sorgun, dan kacang-kacangan. Peternakan kerbau, kambing, babi, ayam, kuda, dan sapi
dilakukan dengan berbagai cara seperti dikandangkan, digembalakan, atau dilepas
seperti binatang liar. Pemeliharaan ternak selain untuk kepentingan keluarga
juga dilakukan untuk simbol status. Pemilik ternak besar biasanya terdiri atas
tuan tanah, kepala suku, dan golongan bangsawan. Pada masa lalu, mereka juga
berburu rusa, babi hutan, dan kerbau liar. Hasil buruan selain untuk bahan
makanan tambahan juga untuk sajian dalam upacara. Selain itu, orang Helong juga
meramu bahan pewarna, obat-obatan, dan lilin. Pekerjaan berburu dan meramu kini
sudah jarang dilakukan. Jenis pekerjaan lainnya yang masih dilakukan sampai
sekarang adalah membuat kerajinan tangan, seperti tenunan, ukiran emas, perak,
dan peralatan rumah tangga
Organisasi Sosial
Kelompok
kekerabatan yang terkecil adalah keluarga inti. Kumpulan beberapa keluarga inti
yang membentuk keluarga luas disebut ngalo.
Anggota ngalo sering kali menetap
dalam satu rumah besar. pemimpin ngalo
adalah laki-laki tertua, yang bertugas mengatur pelaksanaan upacara keagamaan
dan menyelesaikan perselisihan yang terjadi di dalam keluarga. Kelompok yang
lebih luas adalah klen kecil, yang anggotanya merupakan keturunan satu nenek
moyang. Setiap klen kecil memiliki nama tersendiri, seperti Natun, Lai Kait, Lai Dat, Lai Lopo, Siki
Timu, Lai Biti, Kea Peka, Nai Sono, lai Musa, Solini, Putis, Lulat, Bilis Nau,
Lai Lilap, Tiu Muli, Lai Kingis, dan Bis Tolen. Setiap klen kecil dipimpin
oleh seorang anggota kelompok tertua dan berwibawa, yang bertugas mengatur
pelaksanaan upacara dan pembagian tanah dalam kampung. Beberapa klen kecil
membentuk satu klen besar (ingu).
Anggota ingu menggunakan tambahan
nama yang disesuiaikan dengan nama pendiri klen besarnya itu. Pemimpin klen
besar, yang disebut koka ana, bertugas memimpin jalannya pemerintahan,
sekaligus mengawasi dan mengatur bidang keagamaan. Sebagai pemimpin upacara
keagamaan, pemimpin klen dianggap perantara antara orang yang masih hidup dan
arwah leluhurnya
Orang
Helong, seperti anggota masyarakat Nusa Tenggara Timur pada umumnya, mempunyai
prinsip keturunan yang didasarkan pada hubungan genealogis yang ditarik melalui
garis ayah (patrilineal). Anak Laki-laki merupakan dambaan suatu keluarga,
sebab tugastugas yang berhubungan dengan adat dan upacara keagamaan dilaksanakan
dan dipimpin oleh kaum lakilaki. Istilah kekerabatan dibeda-bedakan menurut
tingkatan generasi. Ayah disebut ama,
ibu disebut ma, kakek disebut appumone, nenek disebut appubani, ayah nenek disebut nuhi, dan nenek nenek disebut kejakku.
Kakak laki-laki ayah dan ibu disebut ma
ae, adik laki-laki ayah dan ibu disebut ma
iki, sedangkan adik perempuan ayah dan ibu disebut na kue. Kakak perempuan dan laki-laki disebut aa, sedangkan adik disebut ari.
Adat
lingkaran hidup orang Helong dimulai sejak masa kelahiran. Upacara kelahiran
meliputi adat memberi nama setelah bayi berumur tujuh hari, adat mencukur
rambut, dan adat membawa keluar bayi dari rumah untuk pertama kali. Masa remaja
ditandai dengan serangkaian upacara khitanan dan potong gigi. Tahap perkawinan didahului
dengan serangkaian adat pemilihan calon istri, peminangan, pemberian mas kawin
(belis), dan upacara perkawinan. Ada tiga pola perkawinan yang berlaku pada
suku bangsa Helong: kawin pinang, yaitu perkawinan ideal, yang didahului dengan
peminangan sesuai adat; kawin lari, yang terjadi apabila orang tua tidak
menyetujui perkawinan yang akan dilaksanakan anaknya; kawin menggantikan, yang
teljadi secara levirat, yaitu seorang istri dinikahkan lagi dengan saudara
laki-laki suaminya, karena suaminya telah meninggal atau masih hidup namun pergi
tanpa kabar dan tidak kembali. Lingkaran hidup yang terakhir, kematian (butuleng), ditandai oleh serangkaian
adat, seperti adat meratap, adat menahan mayat, adat merawat mayat, adat pada
penguburan dan sesudah penguburan.
Pada
masyarakat Helong dikenal sistem pelapisan sosial berdasarkan sistem
genealogis, yaitu sistem kemurnian darah dari kelompok keturunan pembuka daerah
pertama. Tingkatan sosial didasarkan pada jauh dekatnya hubungan darah dengan
cikal bakalnya. Ada tiga tingkatan sosial yang berlaku, yaitu : lapisan
bangsawan (usif), lapisan pemegang
kekuasaan dan pemerintahan adat, yaitu keturunan langsung atau keturunannya
yang berhubungan dekat dengan cikal bakal atau pembuka daerah; lapisan rakyat
biasa (tob), kelompok orang yang masih
mempunyai hubungan darah dengan cikal bakal, tetapi sudah jauh; lapisan budak (ata), yaitu orang bekas tawanan perang
atau orang yang tidak dapat membayar utangnya
Sistem
pemerintahan pada masa lalu dilaksanakan berdasarkan sistem kerajaan yang
mengenal kefetoran, temukung, tua-tua adat, dan rakyat. Pada masa itu dikenal
pula golongan hutuy, blalan, lelobe, bamemeng, dan rahi. Sekarang sistem
pemerintahan di Helong serupa dengan yang berlaku di daerh lain di Indonesia.
Kekuasaan adat sudah mulai berkurang karena adanya sistem pemerintahan
"modern." Lapisan sosial dari tingkat bangsawan tidak mutlak lagi
menjadi pemegang kekuasaan. Struktur pemerintahan yang berlaku terdiri atas
kepala desa atau klen besar (kaka ama), dewan tua-tua adat, dan polisi desa.
Sistem Kepercayaan
Sekarang
orang Helong menganut agama Kristen. meskipun demikian, sebagian besar masih
menjalankan kepercayaan asli, yang berpusat pada kepercayaan terhadap dewa,
seperti dewa matahari (dewa lelo), dewa bulan (dewa tepdapa) dan dewa bumi
(dewa tepdale). Di samping itu, mereka juga percaya pada roh dan kekuatan
sakti, ilmu sihir, dan makhluk halus. Ada serangkaian upacara yang berkaitan
dengan kepercayaan asli, misalnya upacara membuka ladang baru, upacara potong
hutan, upacara menanam padi. Upacara menjelang panen, upacara menjelang
berangkat perang, upacara persiapan berburu, upacara pembuatan rumah, upacara
pemulihan hubungan, dan berbagai upacara yang menyangkut masalah kehidupan
rumah tangga seperti pemujaan nenek moyang. Orang Helong juga memiliki
serangkaian tabu yang tidak boleh dilanggar. Selain tabu terhadap totem, ada
pula tabu terhadap kata-kata tertentu, misalnya babolo, liut, tai kumis,
linudi, lote, dan bitu, dan berbagai larangan lainnya. Usaha para pendeta untuk
mengatasi masalah itu, antara lain "merusak" benda-benda upacara,
menerjemahkan Kitab Injil, dan memusatkan upacara keagamaan di gereja.
Komentar
Posting Komentar